Di antara stigma negatif yang dialamatkan oleh Barat terhadap ajaran
Islam adalah, bahwa Islam tidak menghargai kedudukan wanita, memasung
kebebasannya, tidak adil dan menjadikannya sebagai manusia kelas dua
yang terkungkung dalam penguasaan kaum laki-laki serta hidup dalam
kehinaan. Wanita Islam pun dicitrakan sebagai wanita terbelakang dan
tersisihkan dari dinamika kehidupan tanpa peran nyata di masyarakat.
Oleh karena itu, mereka menganggap, bahwa Islam adalah hambatan utama
bagi perjuangan kesetaraan gender.
Anehnya, sebagian kaum muslimin yang telah kehilangan jati dirinya malah
terpengaruh dengan pandangan-pandangan itu. Alih-alih membantah, mereka
malah menjadi bagian dari penyebar pemikiran mereka. Dibawah kampanye
emansipasi wanita dan kesetaraan gender, mereka ingin agar kaum muslimah
melepaskan nilai-nilai harga diri mereka yang selama ini dijaga oleh
Islam.
Wanita Sebelum Islam
Sebelum datang Islam, seluruh umat manusia memandang hina kaum wanita.
Jangankan memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja tidak.
Orang-orang Yunani menganggap wanita sebagai sarana kesenangan saja.
Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual
anak perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak atas seorang
anak untuk mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan
tidak berhak memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hidia
dan negeri-negeri lainnya. (Lihat al Mar`ah, Qabla wa Ba’da al Islâm,
Maktabah Syamilah, Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 9-14)
Orang-orang Arab ketika itu pun biasa mengubur anak-anak perempuan
mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena ia seorang
wanita! Allah berfirman tentang mereka,
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl [16]: 58)
Muhammad al Thâhir bin Asyûr mengatakan, “Mereka mengubur anak-anak
perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya setelah hari
kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu berjalan dan
berbicara. Yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak bisa lagi
disembunyikan. Ini adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang
jahiliyyah. Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini
sebagai hak seorang ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang
mengingkarinya.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185)
Wanita Sesudah Islam
Kemudian cahaya Islam pun terbit menerangi kegelapan itu dengan risalah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memerangi
segala bentuk kezaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa
terkecuali. Perhatikan Allah berfirman tentang bagaimana seharusnya
memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering mengingatkan dengan
sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum wanita.
Di antara sabdanya:
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)
Dr. Abdul Qadir Syaibah berkata, “Begitulah kemudian dalam undang-undang Islam, wanita dihormati, tidak boleh diwariskan, tidak halal ditahan dengan paksa, kaum laki-laki diperintah untuk berbuat baik kepada mereka, para suami dituntut untuk memperlakukan mereka dengan makruf serta sabar dengan akhlak mereka.” (Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 10-11)
Wanita adalah Karunia, Bukan Musibah
Setelah sebelumnya orang-orang jahiliyah memandang wanita sebagai
musibah, Islam memandang bahwa wanita adalah karunia Allah. Bersamanya
kaum laki-laki akan mendapat ketenangan, lahir maupun batinnya. Darinya
akan muncul energi positif yang sangat bermanfaat berupa rasa cinta,
kasih sayang dan motivasi hidup. Laki-laki dan wanita menjadi satu
entitas dalam bingkai rumah tangga. Kedunya saling membantu dalam
mewujudkan hidup yang nyaman dan penuh kebahagian, mendidik dan
membimbing generasi manusia yang akan datang. Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al Rûm [30]: 21)
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.” (QS. An Nahl
[16]:72)
“Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah [2]: 187)
Hak dan Kedudukan Wanita
Sebagaimana laki-laki, hak-hak wanita juga terjamin dalam Islam. Pada
dasarnya, segala yang menjadi hak laki-laki, ia pun menjadi hak wanita.
Agamanya, hartanya, kehormatannya, akalnya dan jiwanya terjamin dan
dilindungi oleh syariat Islam sebagaimana kaum laki-laki. Diantara
contoh yang terdapat dalam al Qur`an adalah: wanita memiliki hak yang
sama dengan laki-laki dalam beribadah dan mendapat pahala:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)
Wanita juga memiliki hak untuk dilibatkan dalam bermusyawarah dalam soal penyusuan:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al Mujâdilah [58]: 1)
Dan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan beberapa
kasus pengaduan wanita kepadanya. Wanita adalah partner laki-laki dalam
peran beramar makruf nahi munkar dan ibadat yang lainnya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Taubah [9]: 71)
Allah juga berfirman tentang hak wanita:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al Baqarah [2]: 228)
Ibnu Katsir berkata, “Maksud ayat ini adalah bahwa wanita memiliki
hak atas laki-laki, sebagaimana laki-laki atas mereka. Maka, hendaknya
masing-masing dari keduanya menunaikan hak yang lainnya dengan cara yang
makruf.” (Tafsîr al Qur`ân al Adzîm: 1/609)
Muhammad al Thâhir bin ‘Asyûr berkata, “Ayat ini adalah deklarasi dan sanjungan atas hak-hak wanita.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/399)
Mutiara Yang Harus Dijaga
Selain menjamin hak-hak wanita, Islam pun menjaga kaum wanita dari
segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan
merendahkan martabatnya. Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam
menempatkannya sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga. Atas dasar
inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala. Dan agar berikutnya, kaum wanita dapat menjalankan peran
strategisnya sebagai pendidik umat generasi mendatang.
Muhammad Thâhir ‘Asyûr rahimahullah berkata, “Agama Islam sangat
memperhatikan kebaikan urusan wanita. Bagaimana tidak, karena wanita
adalah setengah dari jenis manusia, pendidik pertama dalam pendidikan
jiwa sebelum yang lainnya, pendidikan yang berorientasi pada akal agar
ia tidak terpengaruh dengan segala pengaruh buruk, dan juga hati agar ia
tidak dimasuki pengaruh setan…
Islam adalah agama syariat dan aturan. Oleh karena itu ia datang untuk
memperbaiki kondisi kaum wanita, mengangkat derajatnya, agar umat Islam
(dengan perannya) memiliki kesiapan untuk mencapai kemajuan dan memimpin
dunia.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/400-401)
Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian
yang menutupi seluruh tubuh wanita. Aturan ini berbeda dengan kaum
laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari
mata-mata khianat kaum laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka.
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb [33]: 59)
Wanita pun diperintah oleh Allah untuk menjaga kehormatan mereka di
hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak bercampur baur
dengan mereka, lebih banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak
memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak merendahkan suara dan
lain-lain.
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzâb [33]: 33)
Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka menjaga dan
memuliakan kaum wanita, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang baik
dan bersih dari prilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya
sekat-sekat pergaulan antara kaum laki-laki dan wanita. Merebaknya
perzinahan dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara fenomena
yang diakibatkan karena kaum wanita tidak menjaga aturan Allah diatas
dan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penanggungjawab mereka lalai
dalam menerapkan hukum-hukum Allah atas kaum wanita.
Akhirnya, dengan keterbatasan ilmu dan kata, penulis merasa bahwa apa
yang dipaparkan dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun
mudah-mudahan paling tidak dapat sedikit menjawab keragu-raguan yang
mungkin hinggap pada benak sebagian kaum muslimin tentang pandangan
Islam terhadap wanita, disebabkan karena merebaknya opini keliru yang
disebarkan oleh orang-orang yang tidak menginginkan syariat Islam tegak
menopang sendi-sendi kehidupan umat manusia.
Wallâhu a’alam bish-shawâb wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.
Riyadh, 22 Jumada Tsani 1433 H
—
Penulis: Ust. Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc
(Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah Riyadh KSA)
No comments:
Post a Comment