Semua orang yang menikah harus saling percaya, jujur dan menemani
pasangan baik saat susah maupun senang. Itulah janji yang terucap saat
pernikahan. Namun tahukah Anda ada 10 peraturan rahasia yang tak
terucapkan?
1. Jangan mengkritik orangtua atau sahabat pasangan Anda.
Anda harus berhati-hati dalam bertindak terhadap mertua dan sahabat baik suami Anda. “Bahkan saat suami Anda kesal terhadap Anda, kontribusi Anda malah bisa membuatnya semakin marah,” jelas LeslieBeth Wish, EdD, yang merupakan psikolog dan pekerja sosial bersertifikat di sebuah klinik di Florida. Dr. Wish menganjurkan untuk menempatkan diri Anda dalam posisinya jadi Anda dapat berempati dengan pasangan Anda.
2. Katakan kepada pasangan Anda mengenai berbagai kontak dengan mantan Anda.
Entah Anda mendapat permintaan pertemanan dalam Facebook atau bertemu dengan cinta lama saat permainan sepak bola anak Anda, menutupi hal-hal tersebut bisa saja memberikan dampak yang berbahaya, meski Anda sudah tidak lagi memiliki perasaan terhadap mantan Anda.
“Jika tidak ada yang harus disembunyikan, mengapa harus ditutupi?” Demikian dikatakan Deb Castaldo, PhD, ahli terapi pasangan dan keluarga sekaligus profesor di Rutgers University School of Social Work di New Brunswick, New Jersey. “Itu memicu ketidakjujuran dan hal yang ditutup-tutupi,” katanya.
3. Jangan terlalu mendikte.
Tawarkan dukungan Anda, dengarkan pasangan Anda, namun hindari perkataan, “Aku tahu apa yang terbaik.” Beri ruang kepada pasangan Anda untuk membuat keputusan dan kumpulkan rasa percaya diri melalui berbagai percobaan dan mintalah ia melakukan hal yang sama untuk Anda.
4. Jangan terus mendominasi.
Anda mungkin merasa mudah melakukan berbagai hal. Tapi berhentilah! “Pasangan yang tidak dilibatkan bisa merasa bosan terhadap perannya,” kata Dr. Wish, dan kesankan bahwa semuanya berada dalam tanggungan pasangan Anda, bahkan jika ia dengan sukarela menanggung bebannya.
Biasakanlah bertanya kepada pasangan Anda, “Menurutmu apa yang bagus di sini?” Atau berkata, “Aku bisa membantu membersihkan dapur,” kepadanya. Pertanyaan tersebut bisa memunculkan kesan, kalian adalah rekan tim.
5. Jangan bahas persoalan masa lalu.
Atau setidaknya jangan berlebihan. “Orang sering mengulangi kesalahan yang sama karena mereka belum menyelesaikan masalah tersebut,” kata Dr. Castaldo. Mengungkit luka lama sering membuat pernikahan terpuruk, jelasnya. Penting untuk langsung menyelesaikan masalah begitu masalah itu muncul dan membuat kesepahaman untuk menghindari pertentangan. “Langsung selesaikan, dan saling menghormati pendapat orang lain,” katanya.
6. Jangan pendam perasaan Anda.
“Akan ada bekas pasta gigi di sini, tempelan pesan di sana, sebagai manusia itu hal yang wajar,” kata Dr. Wish. “Anda harus mampu mengatakan, ‘Ini tidak penting’.” Namun jika itu penting, maka katakanlah. “Katakan kepada pasangan Anda mengapa hal itu bisa mengganggumu maka Anda akan bisa mencari jalan keluarnya,” kata Dr. Wish. Anda akan terkejut karena Anda bisa saling belajar.
Contohnya, suami Anda bisa mencuci piring kotornya sendiri jika Anda menjelaskan kepadanya bahwa rumah Anda dipenuhi dengan cucian kotor dan Anda lelah mencucinya. Juga, penting untuk memahami bahwa suami Anda tidak bermaksud mengecewakan Anda setiap kali ia berbuat ceroboh atau melupakan sesuatu. Permintaan sederhana seperti, “Sayang, akan sangat baik jika kamu bisa mengambil baju di binatu saat kamu keluar,” bisa membuatnya tidak marah karena ia tidak merasa dipaksa.
7. Jangan menyampaikan pemikiran pribadi atau mengunggah foto secara terbuka.
Pasangan Anda mungkin tidak ingin Anda berbagi foto-foto Anak Anda. Dan keinginan Anda berdua layak untuk dihormati. “Diskusikan peraturan mendasar terkait pesan mengenai diri Anda sendiri, sebagai pasangan dan menganai orang lain,” kata Dr. Castaldo. Dan tidak peduli apapun yang terjadi, jangan ungkapakan keluhan mengenai suami Anda untuk mendapatkan simpati. “Berbahaya untuk menyampaikan masalah Anda di Facebook,” tegasnya.
8. Luangkan waktu untuk keluarga.
Saat perhatian Anda buyar, pasangan Anda bisa menjadi hal yang tidak penting. Jadi prioritaskan waktu waktu luang Anda dan bila perlu hentikan penggunaan gadget, seperti yang dikatakan Dr. Wish. “Berkonsetrasilah pada konsep rasio: Seberapa banyak aku menghabiskan waktukku untuk hal ini dibandingkan dengan menghabiskan waktuku bersama keluarga,” katanya. Buatlah sebuah peraturan untuk hubungan rumah tangga Anda dan patuhilah — misalnya aturan sederhana jangan bermain ponsel saat makan malam.
9. Jangan umbar kata “C” (yaitu cerai).
Bahkan dalam percekcokan yang sengit, hindari mengatakan ancaman cerai. Selain menyakitkan, ancaman kata “C” yang terus diulang bisa memicu pasangan untuk saling mengingat keburukan masing-masing. “Kita bertindak seolah-olah tingkat kemarahan kita memberi kita hak untuk berkata atau melakukan apa pun, kata Dr. Lerner. “Namun mengacam cerai tidak akan pernah berhasil, malah bisa membuat kemungkinan perceraian semakin terbuka.”
10. Jadilah yang pertama untuk pasangan Anda.
Dengan kata lain, berhati-hatilah terhadap pengaruh dari luar, seperti ide dari teman Anda yang mempengaruhi pemikiran Anda untuk mengabaikan hubungan Anda demi pekerjaan atau hobi. “Pasangan yang bahagia memiliki konflik sebanyak pasangan yang bercerai, namun mereka tahu cara untuk mengatasinya,” kata Dr. Castalo. “Pasangan harus memiliki sebuah ikatan yang kuat antara mereka sendiri dan mereka tidak membiarkan orang lain menghalangi mereka.”
1. Jangan mengkritik orangtua atau sahabat pasangan Anda.
Anda harus berhati-hati dalam bertindak terhadap mertua dan sahabat baik suami Anda. “Bahkan saat suami Anda kesal terhadap Anda, kontribusi Anda malah bisa membuatnya semakin marah,” jelas LeslieBeth Wish, EdD, yang merupakan psikolog dan pekerja sosial bersertifikat di sebuah klinik di Florida. Dr. Wish menganjurkan untuk menempatkan diri Anda dalam posisinya jadi Anda dapat berempati dengan pasangan Anda.
2. Katakan kepada pasangan Anda mengenai berbagai kontak dengan mantan Anda.
Entah Anda mendapat permintaan pertemanan dalam Facebook atau bertemu dengan cinta lama saat permainan sepak bola anak Anda, menutupi hal-hal tersebut bisa saja memberikan dampak yang berbahaya, meski Anda sudah tidak lagi memiliki perasaan terhadap mantan Anda.
“Jika tidak ada yang harus disembunyikan, mengapa harus ditutupi?” Demikian dikatakan Deb Castaldo, PhD, ahli terapi pasangan dan keluarga sekaligus profesor di Rutgers University School of Social Work di New Brunswick, New Jersey. “Itu memicu ketidakjujuran dan hal yang ditutup-tutupi,” katanya.
3. Jangan terlalu mendikte.
Tawarkan dukungan Anda, dengarkan pasangan Anda, namun hindari perkataan, “Aku tahu apa yang terbaik.” Beri ruang kepada pasangan Anda untuk membuat keputusan dan kumpulkan rasa percaya diri melalui berbagai percobaan dan mintalah ia melakukan hal yang sama untuk Anda.
4. Jangan terus mendominasi.
Anda mungkin merasa mudah melakukan berbagai hal. Tapi berhentilah! “Pasangan yang tidak dilibatkan bisa merasa bosan terhadap perannya,” kata Dr. Wish, dan kesankan bahwa semuanya berada dalam tanggungan pasangan Anda, bahkan jika ia dengan sukarela menanggung bebannya.
Biasakanlah bertanya kepada pasangan Anda, “Menurutmu apa yang bagus di sini?” Atau berkata, “Aku bisa membantu membersihkan dapur,” kepadanya. Pertanyaan tersebut bisa memunculkan kesan, kalian adalah rekan tim.
5. Jangan bahas persoalan masa lalu.
Atau setidaknya jangan berlebihan. “Orang sering mengulangi kesalahan yang sama karena mereka belum menyelesaikan masalah tersebut,” kata Dr. Castaldo. Mengungkit luka lama sering membuat pernikahan terpuruk, jelasnya. Penting untuk langsung menyelesaikan masalah begitu masalah itu muncul dan membuat kesepahaman untuk menghindari pertentangan. “Langsung selesaikan, dan saling menghormati pendapat orang lain,” katanya.
6. Jangan pendam perasaan Anda.
“Akan ada bekas pasta gigi di sini, tempelan pesan di sana, sebagai manusia itu hal yang wajar,” kata Dr. Wish. “Anda harus mampu mengatakan, ‘Ini tidak penting’.” Namun jika itu penting, maka katakanlah. “Katakan kepada pasangan Anda mengapa hal itu bisa mengganggumu maka Anda akan bisa mencari jalan keluarnya,” kata Dr. Wish. Anda akan terkejut karena Anda bisa saling belajar.
Contohnya, suami Anda bisa mencuci piring kotornya sendiri jika Anda menjelaskan kepadanya bahwa rumah Anda dipenuhi dengan cucian kotor dan Anda lelah mencucinya. Juga, penting untuk memahami bahwa suami Anda tidak bermaksud mengecewakan Anda setiap kali ia berbuat ceroboh atau melupakan sesuatu. Permintaan sederhana seperti, “Sayang, akan sangat baik jika kamu bisa mengambil baju di binatu saat kamu keluar,” bisa membuatnya tidak marah karena ia tidak merasa dipaksa.
7. Jangan menyampaikan pemikiran pribadi atau mengunggah foto secara terbuka.
Pasangan Anda mungkin tidak ingin Anda berbagi foto-foto Anak Anda. Dan keinginan Anda berdua layak untuk dihormati. “Diskusikan peraturan mendasar terkait pesan mengenai diri Anda sendiri, sebagai pasangan dan menganai orang lain,” kata Dr. Castaldo. Dan tidak peduli apapun yang terjadi, jangan ungkapakan keluhan mengenai suami Anda untuk mendapatkan simpati. “Berbahaya untuk menyampaikan masalah Anda di Facebook,” tegasnya.
8. Luangkan waktu untuk keluarga.
Saat perhatian Anda buyar, pasangan Anda bisa menjadi hal yang tidak penting. Jadi prioritaskan waktu waktu luang Anda dan bila perlu hentikan penggunaan gadget, seperti yang dikatakan Dr. Wish. “Berkonsetrasilah pada konsep rasio: Seberapa banyak aku menghabiskan waktukku untuk hal ini dibandingkan dengan menghabiskan waktuku bersama keluarga,” katanya. Buatlah sebuah peraturan untuk hubungan rumah tangga Anda dan patuhilah — misalnya aturan sederhana jangan bermain ponsel saat makan malam.
9. Jangan umbar kata “C” (yaitu cerai).
Bahkan dalam percekcokan yang sengit, hindari mengatakan ancaman cerai. Selain menyakitkan, ancaman kata “C” yang terus diulang bisa memicu pasangan untuk saling mengingat keburukan masing-masing. “Kita bertindak seolah-olah tingkat kemarahan kita memberi kita hak untuk berkata atau melakukan apa pun, kata Dr. Lerner. “Namun mengacam cerai tidak akan pernah berhasil, malah bisa membuat kemungkinan perceraian semakin terbuka.”
10. Jadilah yang pertama untuk pasangan Anda.
Dengan kata lain, berhati-hatilah terhadap pengaruh dari luar, seperti ide dari teman Anda yang mempengaruhi pemikiran Anda untuk mengabaikan hubungan Anda demi pekerjaan atau hobi. “Pasangan yang bahagia memiliki konflik sebanyak pasangan yang bercerai, namun mereka tahu cara untuk mengatasinya,” kata Dr. Castalo. “Pasangan harus memiliki sebuah ikatan yang kuat antara mereka sendiri dan mereka tidak membiarkan orang lain menghalangi mereka.”
No comments:
Post a Comment