Bagaimana
gaya hidup pejabat kita? Barangkali Anda pun membayangkan seperti ini:
memiliki rumah besar senilai Rp 7 miliar lengkap dengan kolam renang,
dengan puluhan rumah bernilai di bawah kediaman resmi tersebut. Vila
mewah di Puncak. Tanah berhektar-hektar di kampung halaman. Deretan
mobil mulai dari Baby Benz, BMW, hingga Pajero.
Demikian pula simpanan uang bernilai miliaran rupiah atas nama istri dan
anak-anak. Semua tersebut memang sulit dipenuhi dengan ukuran gaji
resminya.
Bila Anda membayangkan demikian kehidupan semua pejabat di Indonesia,
tentu anggapan tersebut keliru. Betul, kolusi antara pejabat-pengusaha
yang mendatangkan gemerincing uang bukan rahasia lagi. Tapi,
ternyata justru ini merupakan rahasia yang kurang terekspos masih ada
segelintir pejabat yang hidup sederhana.
Contohnya adalah :
1. Prof Dr Emil Salim
Meski tiga kali menjadi menteri -- Menteri Perhubungan, Menteri Negara
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) -- Emil justru tak terpikir
untuk membeli rumah semasa memangku jabatan. Ia hidup di rumah dinas
dengan fasilitas yang disediakan negara.
Sebelumnya, kemenakan H. Agus Salim ini, memang telah memiliki satu
rumah di Jl. Tosari No. 75. Dibeli pada 1968, rumah itu dikontrakkan.
Dari kontrakan tersebut, Emil mendapat hasil sampingan yang
ditabungkannya.
Tatkala menepi dari pusaran kekuasaan pada 1993, doktor ekonomi alumnus
Universitas California ini, terpaksa keluar dari rumah dinas. Akibatnya,
ia baru merasa pahitnya, tidak memiliki rumah. "Saya pun memikirkan
untuk membeli rumah," kisah pengurus ICMI ini.
Akhirnya, ia membeli rumah untuk bernaung bagi dirinya dan istrinya.
"Kalau anak-anak barangkali mereka dibawa suami masing-masing," ujarnya.
Di saat awal pindah ke rumah baru, menurut seorang aktivis
LSM yang dekat dengannya, Emil tidak memiliki peralatan rumah tangga
yang banyak. "Dia sampai kesulitan untuk beli ranjang," kisah aktivis
itu.
Selain dari berbagai sumber pendapatan, Emil mengaku, kini ia dan keluarganya hidup dari rumah kontrakan.
Kesederhanaan dan hidup lurus yang dikukuhi Emil Salim ini, membuat
Zainul Bahar Noor SE memujinya. "Emil Salim itu sama bersih dengan
pejabat bersih lainnya. Ia teknokrat yang tidak mementingkan uang," puji
Dirut Bank Muamalat Indonesia (BMI) ini.
2. Mar'ie Muhammad
Mar'ie Muhammad pun mengesankan pejabat sederhana dan disebut-sebut
bersih. Kesederhanaan Menteri Keuangan ini, tecermin dari penampilannya
sehari-hari: mengenakan safari ke kantor dan lebih senang dengan sarung
cap Mangga dan Gajah Duduk, bila di rumah.
Bahkan, ia pun menekankan kesederhanaan pada keluarganya. Contohnya,
menurut putri bungsunya Rahmasari, mantan Dirjen Pajak ini tidak
membolehkan anak-anaknya menggunakan mobil ke kampus maupun ke sekolah.
Ia pun memilih membawa keluarganya berumroh -- seperti yang sedang
dilakukannya sekarang daripada hura-hura ke luar negeri.
Selain sederhana, ia dikenal tegas dan lurus. Contohnya, ia pernah
disebut menolak anggaran taktis dan biaya perjalanan dinas, yang
dinilainya terlampau besar. Di sisi lain, lelaki penggemar jogging ini
berupaya meningkatkan efisiensi dan berusaha membendung kebocoran di
instansi yang dipimpinnya. Tak mengherankan, ia dijuluki Mr. Clean.
3. Satrio Budihardjo Joedono
Semasa memangku jabatan menteri perdagangan, di ruang kerjanya tersusun
guci keramik dan beberapa lukisan. Tapi, ia mengaku membeli secara
kredit, terhadap benda kegemarannya. "Saya tak mampu membelinya,"
ujarnya.
Kesederhanaan pun memayungi rumahnya. Saat masih tinggal di kompleks
perumahan menteri, ruang tamunya tidak beraroma kemewahan. Di ruang tamu
rumah bernomor 25 itu, hanya terlihat rangkaian bunga di meja tamu. Di
garasi, ada tiga mobil. Cuma satu yang dimilikinya, mobil tua. Sedangkan
dua lainnya mobil inventaris sebagai menteri dan pinjaman BPPT.
Kesederhanaannya sempat merisaukan. Ini lantaran Billy akrab dengan tas
kerja yang warna cokelatnya telah memudar. Petugas pun menggantikannya
dengan tas baru saat ia menghadap ke Istana. Ia menerima tas pemberian
tersebut tetapi tetap membawa tas lusuhnya. Bahkan, ia tidak canggung
mengempit tas lusuh ataupun risih dengan menteri perdagangan dari negara
lain, saat pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik, November 1994
Lelaki yang karib dipanggil Billy ini pun dikenal tegas dan lurus. Ia
tidak melayani dokumen yang tak memenuhi persyaratan lengkap. Billy pun
dikenal cermat dalam mengunyah laporan bawahan. "Selamanya dua kali dua
adalah empat, bukan delapan," ini prinsip hidupnya.
4. Ir. Sarwono Kusumaatmadja
Menteri Negara Lingkungan Hidup ini dikenal sederhana dan lugas. Mengaku
menekankan pola hidup sederhana hingga pada keluarganya, Sarwono merasa
beruntung dengan kesederhanaan tersebut. "Kita tidak terjebak konsumtif
sehingga terlepas dari keinginan melakukan hal-hal di luar kemampuan
diri.
Korupsi merupakan bentuk upaya mencukupi kebutuhan di luar kemampuan
keuangan keluarga." Sarwono pun memiliki prinsip tak akan membeli barang
yang kurang bermanfaat dan barang lelangan. "Ini pesan orangtua saya
sebelum meninggal karena menurutnya pemilik barang lelangan itu menjual
secara terpaksa. Kita jangan hidup di atas penderitaan orang lain."
Sarwono sendiri mengakui dirinya tidak bersih betul dari perilaku itu.
Tapi jika dibanding dengan yang lain, dia merasa bersyukur berada dalam
kondisi yang lebih baik. "Saya senang dibilang bersih, tapi menurut
saya, saya cukup agak bersih-lah," katanya.
Beragam cobaan dialami figur di atas dalam mengemban tugas. Mereka
mengakui godaan tersebut hadir dalam bentuk yang vulgar hingga yang
halus. Cobaan yang vulgar, misalkan, dalam bentuk katabelece.
Demikian pula cobaan halus dalam bentuk kiriman parcel pada saat
lebaran. Berbeda dengan jamaknya parcel, isi keranjang hadiah ini antara
lain cek. Billy semasa memangku jabatan menteri perdagangan selalu
menerima kiriman hadiah dalam bentuk cek bernilai besar.
Bagaimana kiat mereka menepiskan berondongan 'godaan' yang dikirim?
Billy terlebih dulu menyaring parcel yang diterima. "Kalau parcelnya
isinya biasa-biasa kami terima tetapi kalau sudah cek kami tolak," kisah
Ani Joedono, istri Billy. Kiriman cek tersebut memang tidak langsung
dikembalikan kepada pengirim. Tapi, Billy dan istrinya, mengoleksinya
dalam album. "Kata Bapak ini untuk kenang-kenangan," kata Ani.
Demikian juga yang dialami Emil Salim. Semasa memangku jabatan, ia
mengisahkan, awalnya orang memberi bunga. Lalu, kata Emil melukiskan,
meningkat menjadi makanan, pena, jam tangan, dan kemudian dalam bentuk
barang lain. "Yang penting enam bulan pertama. Setelah enam bulan
pertama kau terima kedudukan itu, kau mesti beri signal-signal
(tanda-tanda)," katanya.
Bagaimana ia menangkis pemberian tersebut? "Yang penting enam bulan
pertama yang menentukan. Setelah enam bulan pertama kita terima
kedudukan itu, kita mesti beri signal-signal," ujarnya membeberkan
pengalamannya. Dalam menerima pemberian tersebut, menurutnya, mesti ada
garis tegas. "Katakan lebih dari ini, no!" Tapi, "kita tidak perlu
berteriak mengatakannya tetapi dengan sopan." Dengan demikian, orang akan mengerti berhadapan dengan siapa.
Setelah itu, menurutnya, barulah dijelaskan, "hei Bung, ini ada sumpah
jabatan. Demi Allah saya bersumpah tidak akan menerima hadiah dengan
dalih apa pun. Pokoknya sumpah itu berat sekali." Tak sekadar
menyadarkan mereka yang hendak 'menyuap', Emil pun mengungkapkan,
sebagai kepala keluarga mesti menertibkan semua keluarga. Demikian juga
agar menjadi contoh bagi keluarga. "Jadi harus kita jelaskan kepada
semua keluarga," ujarnya.
Meski demikian, Emil mengembalikan sikap sederhana dan jujur itu, kepada
rasa keberagamaan seseorang. Ia merasa beruntung mendapatkan pendidikan
agama sejak kecil dari kedua orangtua. Pendidikan itu pula kemudian
yang diwariskan kepada anak-anaknya. "Jam kantor itu kan berada antara
waktu Dzuhur dan Ashar.
Bagaimana mungkin kita salat, menghadap Tuhan Yang Maha Esa sementara di
saku terdapat uang begituan?" Emil memberi ilustrasi. Di sisi lain, ia
mengingatkan, hendaknya kita jangan sampai membuat respek anak hilang
gara-gara tingkah kita. "Kasihan, gara-gara tindakan kita, mereka di
sekolah menjadi bahan gunjingan teman-temannya yang lain." Emil,
Sarwono, Ma'rie, maupun Billy, merupakan segelintir figur yang
disebut-sebut sederhana dan bersih. Meski demikian, tentu masih ada
deretan petinggi lainnya yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi
terhadap pekerjaan
Bahkan, sempat terbetik harapan masyarakat, tak hanya pada petinggi yang
bertype sederhana, juga bagi mereka yang telah lebih dulu kaya sebelum
memangku jabatan. Sekadar menyebut contoh, pengusaha A. Latief yang
memangku jabatan menteri tenaga kerja. Dengan terlebih dulu kaya,
demikian harapan umum masyarakat, mereka justru lebih berdedikasi
terhadap pekerjaannya.
Betul, kesederhanaan tidak menjamin sepenuhnya kejujuran dan dedikasi
petinggi. Emil Salim pun mengakuinya. "Tidak usahlah kita mau jadi kere.
Normal saja. Setiap orang tentu ingin punya mobil, tapi caranya yang
normal. Cara memperoleh kekayaan itu jangan sampai harga dirimu hilang,"
begitu sarannya.
No comments:
Post a Comment