Sepinya jemaat dan banyak yang murtad, Gereja Prancis dijual untuk
dijadikan masjid.”Saint-Eloi’s” sebuah gereja megah berdiri tahun 1950,
di Kota Vierzon, 150 km sebelah selatan dari Paris, akan dijual ke
komunitas Muslim Perancis.
Alasan lainnya Otoritas Katolik Roma tak mampu membiayai perawatan
gereja. Yang pasti ada enam gereja yang dinilai terlalu banyak namun
jumlah populasi jemaat Katolik semakin berkurang tahun demi tahun.
Sehingga kosong tidak terpakai, khawatir digunakan untuk kegiatan mesum
pemuda kristen.
Vierzon memiliki enam gereja dan untuk menyelamatkan anggaran gereja,
uskup setempat menjual salah satu di antaranya. Sebuah organisasi
Muslim sedang melakukan pembicaraan untuk mengubah Gereja St Eloi itu
menjadi masjid, meskipun keputusan final belum dicapai.
Dengan
lorong dari pintu menuju altar sepanjang 26 meter, gereja itu dapat
menampung 200 orang dan dibandrol seharga 170.000 euro.
Alain Krauth pastor di Notre Dame de Vierzon, menjelaskan kepada koran mingguan setempat Le Nouvel Observateur,
“Kita harus mempertahankan bangunan-bangunan (gereja), sementara
Vierzon mengalami penurunan jumlah jemaat dalam beberapa tahun terakhir.
Komunitas Kristen tidak lagi sepenting dahulu, seperti pada masa
lampau.”
“Gereja itu moderen dan mudah untuk ditata ulang, pasti gampang terjual,” imbuhnya.
Pastor Krauth menjelaskan bahwa kuesioner tentang usulan penjualan gereja sudah dibagikan kepada jemaat.
“Sebagian jemaat gembira karena tempat itu akan dibeli oleh angota
komunitas Muslim – anggota Muslim moderat. Tetapi sebagian lain merasa
terhina dan khawatir akan Islam radikal,” kata pendeta itu.
Dengan jumlah Muslim mencapai enam persen dari populasi Eropa
sekarang ini, dan masih terus akan bertambah, lebih banyak gereja
kemungkinan akan menjadi masjid, tulis Russia Today (12/10/2012).
Di Prancis saat ini terdapat hampir 150 masjid baru yang sedang
dibangun untuk menampung hampir lima juta Muslim, yang mencakup 7,5
persen populasi negara mode itu. Prancis adalah negara Eropa dengan
jumlah Muslim terbanyak.*[washintonpost/hdyh]
No comments:
Post a Comment