UMAR bin Abdul Aziz
adalah sosok pemimpin dambaan umat. Sifatnya yang adil, jujur,
sederhana, dan bijaksana, merupakan khas kepemimpinan Khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai
”khalifah kelima” yang bergelar “Amirul Mukminin”, setelah Khulafa ar
Rasyidin.
Jika dirunut, Umar bin Abdul Aziz masih mempunyai garis keturunan
Umat bin khatab. Khalifah ar Rasyidin yang kedua setelah khalifah Abu
Bakar as Sidiq. Dari sini, Rasulullah pernah bersabda agar dimasukan
dua nama Umar sebagai penegak kejayaan Islam, yakni Umar Bin al Khatab
dan yang satunya Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada masa dinasti Bani
Umayyah di akhir abad pertama Hijriyah. Pada saat itu, dinasti ini
sedang mengalami konflik internal para pejabatnya. Gaya kehidupan yang
serba mewah, bermegah-megahan, korup, borju, dan hedon. Umar sendiri
merupakan bagian dari simbol gaya hidup dinasti Bani Umayyah.
Sepeninggal wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, putra Khalifah
Abdul Malik bin Marwah yang juga telah wafat, pihak keluarga kerajaan
meminta agar ia menggantikan posisi sebagai Khalifah.
Kekuasaan di Mata Umar
Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi
kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta itu dianugerahkan
kepadanya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan,
melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar. Ia sadar
bahwa kekuasaan mengandung konsekuensi yang sangat berat, terutama
menyangkut bagaimana ia harus mempertanggungjawabkan sendi-sendi
keadilan dalam pemerintahannya di akhirat kelak.
Ketika Umar diangkat menjadi khalifah dia mengatakan, “Wahai manusia
sekalian, barang siapa yang taat kepada Allah sungguh ketaatannya sudah
bagus, dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah maka janganlah
mentaatinya. Ikutilah saya selagi saya taat kepada Allah. Apabila saya
bermaksiat kepada Allah, maka janganlah kalian mentaatiku!”
Dikisahkan pula, semasa Umar menjabat sebagai Khalifah, walaupun
hanya 2,5 tahun, rakyat menjadi makmur dan negara menjadi benar-benar
surplus. Tak satu pun makhluk di negerinya menderita kelaparan. Tak ada
pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena setiap orang
mampu membayar zakat. Penjara tak ada penghuninya, kosong. Bahkan
serigala pun enggan mencuri ternak penduduk kota, karena begitu
menghormati keadilan Umar.
Inilah adalah langkah-langkah pembaharuan Umar bin Abdul Aziz yang diterapkan di dalam sistem pemerintahannya:
Pertama, ia memulai dari diri sendiri, keluarga, dan istana.
Umar rela beserta seluruh keluarganya hidup sederhana dan menyerahkan
harta kekayaannya ke Baitulmal (kas negara) begitu selesai ia dilantik,
termasuk pakaiannya yang mewah seharga 800 dirham, yang menjadi simbol
kemewahan hidup sebelumnya. Berbagai fasilitas negara ditolaknya. Ia
memilih tinggal di rumahnya dan menolak hidup di istana. Kehidupannya
berubah drastis, dari seorang cinta kemapanan dunia, menjadi orang yang
zuhud terhadap dunia.
Selanjutnya, Umar kepada istrinya, Fatimah binti Abdul Malik,
memberikan pilihan, “Kembalikan seluruh perhiasan dan harta pribadimu ke
kas Negara, atau kita cerai”.
“Demi Allah,” kata Fatimah, “Aku tidak memilih pendamping lebih mulia
daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh
perhiasanku.” Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua
perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal. Sementara Umar bin Abdul
Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam
sedikit.
Ketika anak-anaknya menanyakan, mengapa kita tidak lagi menikmati
kemewahan sebagaimana kita menikmatinya sebelumnya? Umar justru menangis
dan berkata kepada anak-anaknya, “Saya beri kalian makanan yang lezat
dan enak tapi kalian rela memasukkan saya ke neraka, atau kalian
bersabar dengan makanan sederhana ini dan kita masuk surga bersama?”
Setelah berhasil mengajak keluarganya, Umar melangkah ke luar istana.
Ia memerintahkan menjual seluruh barang mewah yang ada di istana dan
mencabut seluruh fasilitas kemewahan yang ada pada keluarga istana,
serta mengembalikannya ke kas Negara. Sebagian mereka protes terhadap
kebijakan tersebut. Hingga suatu saat mereka memberanikan diri untuk
mengutus bibinya agar dapat bersikap lembut mencabut kebijakannya.
Umar yang tahu maksud kedatangan bibinya, ia mengambil uang logam
lalu dipanaskan dalam bara api. Setelahnya, ia meletakan sekerat daging
di atas uang logam yang telah memerah. Umar lalu berkata kepada bibinya
“Apakah bibi rela menyaksikan saya dibakar di neraka seperti daging
ini hanya untuk memenuhi kesenangan kalian? Berhentilah merayu saya,
sebab saya tidak akan pernah mundur dari jalan pembaharuan ini.”
Adakah pemerintah dan penguasa seperti ini di zaman sekarang?
Dari sini Umar menunjukan pentingnya bagaimana jujur dalam mengembang
amanah kekuasaan. Ia tak melampiaskan nafsu kekuasaannya hanya untuk
kesenangan sesaat, mencuri atau melakukan tindak pidana korupsi layaknya
kasus-kasus yang sedang disorot masyarakat atas pejabat-pejabat kita
hari ini.
Pengelolaan Uang Negara
Umar menunjukkan pada kita, bagaimana harus pemberdayaan zakat atau
sedekah yang disimpan di Baitulmal dan dikelola Negara. Ia mulai dari
diri sendiri, keluarga, dan pejabat istananya, sekaligus
memperlihatkatkan upaya sungguh pembersihan diri dari gaya hidup yang
mewah dan korup.
Langkah kedua, kampaye penghematan. Umar melakukan pembaharuan
penghematan total dalam penyelenggaraan negara. Sumber pemborosan dalam
penyelenggaraan negara, biasanya terdapat pada struktur negara yang
gemuk, birokasi yang rumit, dan administrasi semrawut. Umar selalu
mengkampanyekan penghematan, terutama gaya hidup para pejabat negaranya.
Selanjutnya beliau merampingkan struktur negara dari pejabat yang
korup, memangkas birokasi yang rumit, dan menyederhanakan sistem
administrasi. Dengan cara tersebut, Umar telah menghemat uang belanja
negara menjadi lebih surplus. Pada saat yang sama Umar juga
mensosialisasikan semangat berbisnis dan berwirausaha kepada masyarakat.
Langkah selanjutnya, penataan ulang distribusi zakat. Dalam konsep
ini, penetapan delapan objek mustahik zakat adalah bentuk subsidi
langsung yang diberikan kepada rakyat.
Zakat dinilai akan mampu berdampak terhadap pemberdayaan masyarakat
yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli
masyarakat, secara langsung zakat merangsang tumbuhnya permintaan dari
masyarakat. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga
akan naik. Jadi pendistribusian zakat yang tepat selain mengurangi
kemiskinan juga faktor penentu pertumbuhan di tingkat makro.
Demikian kondisi saat itu jumlah pembayar zakat terus meningkat,
sementara jumlah penerima zakat terus berkurang. Sehingga wajar jika
amil zakat pada waktu itu tidak menemukan orang yang mau menerima zakat.
Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat
masa itu berkata, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk
memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan
kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin
seorangpun.”
Karena begitu makmurnya rakyat waktu itu, negara pun mengalihkan
distribusi zakat ini ke pembayaran orang yang dililit utang-utang
pribadi. Lagi-lagi kas Negara masih lebih dari cukup dan memerintahnya
lagi untuk memberikan biaya-biaya bagi rakyat yang ingin menikah, yang
sebenarnya bukan tanggungan dari pemerintah.
Selain itu, kebijakan Umar lainnya membangun dan memperbaiki berbagai
layanan publik untuk masyarakat. Sektor pertanian terus dikembangkan
melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Masyarakat yang sakit
disediakan pengobatan gratis. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak
dan diperindah. Untuk memuliakan tamu dan para musafir, dibangunlah
bebeberapa buah penginapan. Ia juga memperbaiki pelayanan di dinas pos,
sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.
Begitu kondusifnya kondisi saat itu, kelompok Khawarij dan Syiah yang
di era sebelumnya kerap memberontak, berubah menjadi lunak. Di
wilayah-wilayah yang ditaklukkan Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.
Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Pendekatan ini
mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas
banyak raja yang berbondong-bondong memilih Islam sebagai agama terbaik.
Bisakah, kita temukan hari ini, sosok pemimpin pemimpin seperti Umar
bin Abdul Aziz yang mengedepankannya tanggung jawab secara penuh. Yang
tidak pernah tidur siang karena takut melalaikan hak-hak dari rakyatnya?
Mudah-mudahan Allah menghadirkan kepada kita pemimpin sekualitas Umar
bin Abdul Aziz. Amin! [Nurhadi, mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIL Hidayatullah Surabaya]
Referensi :
Khalid, Muhammad Khalid, Kehidupan para khilafah Teladan, (Pustaka Amani : Jakarta, 1995).
Syayid, Abdul Aziz, Umar bin Abdul Aziz Khalifah Zuhud yang Memenuhi Dunia dengan Keadilan, (Samara: Jakarta, 2009).
Syayid, Abdul Aziz, Umar bin Abdul Aziz Khalifah Zuhud yang Memenuhi Dunia dengan Keadilan, (Samara: Jakarta, 2009).
Oleh: Nurhadi
No comments:
Post a Comment