Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat,
seorang pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti
anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan
shalat wajib lima waktu.
”Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah
sesuai anjuran Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT
melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,”
keluh si pemuda.
“Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar
doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!” Jawab sang
kiai.
”Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga
kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang
memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?”
”Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti
ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah.”
”Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu,
shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya.
Lebih baik saya berhenti saja beribadah…” jawab pemuda itu dengan kesal.
”Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera
menjawab permintaanmu,” timpal kiai dengan ringan.
Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti
hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur
pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng
sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari
intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya. Seorang
permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.
”Anda siapa?” tanya pemuda.
”Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.”
”Ohh… lalu ini istana siapa?”
”Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di
dunia.”
”Ohh… dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya
saya?”
”Betul!”
”Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik
saya?”
”Betul sekali.”
Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga
yang sangat menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan
mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor
bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiara-mutiara
tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara.
“Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara
yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,” kata pemuda penuh
keriangan.
”Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh
mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun
lalu.”
”Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga
saya Pak Kiai?”
”Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan
ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu
kamu bisa menjadi miliader.”
”Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik
aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan
kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku meninggal
nanti,” ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di depannya itu
hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik
lagi demi kekayaan akhirat kelak. [dari guyon orang-orang makrifat, wibi ar].
Sumber : http://sufimuda.net/2009/05/29/humor-sufi-takut-miskin-di-akhirat/#more-664
No comments:
Post a Comment