* Disdik Aceh Resmi Melarang
* MPU: Kuesioner Itu Memalukan
JAKARTA - Kuesioner kesehatan reproduksi, yang salah satu
pertanyaannya tentang ukuran kelamin dan payudara siswa sekolah menengah,
menurut Wakil Menteri Pendidikan, Musliar Kasim sangat vulgar dan tidak ada
untungnya. Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh secara resmi melarang survei
tersebut. Sedangkan MPU Aceh menyatakan kuesioner itu sebagai sesuatu yang
sangat memalukan.
Seperti diketahui, siswa SMPN 1 Sabang menerima form
berisi pertanyaan (kuesioner) seputar data ukuran kelamin. Form itu sendiri
dibagikan kepada siswa (dibawa pulang) agar diisi dan dikembalikan ke sekolah
pada 4 September 2013.
Seorang wali siswa SMPN 1 Sabang mengaku kaget dengan
kuesioner itu dan melarang putranya mengisi/menjawab pertanyaan seputar alat
kelamin. Selanjutnya, dalam sekejap informasi itu pun berkembang pesat. Beragam
tanggapan muncul. Pihak Himpunan Ulama Dayah (HUDA) Aceh secara tegas
mengatakan survei alat kelamin haram.
Wakil Menteri Pendidikan, Musliar Kasim menilai
pertanyaan tentang kondisi alat kelamin sangat vulgar dan tidak ada untungnya.
Pertanyaan itu, kata Musliar, seharusnya bukan untuk siswa sekolah menengah.
“Kondisi kelamin sangat privasi. Apa sih fungsinya menanyakan hal tersebut pada
anak sekolah menengah?” kata Musliar, sebagaimana dikutip dan disiarkan
Kompas.com.
Dalam penyebaran kuesioner ini, Musliar menyoroti peran
sekolah. Menurutnya, seharusnya pihak sekolah bisa menilai kuesioner apa yang
pantas dan bisa masuk ke lingkungan pendidikan. Selanjutnya pihak sekolah bisa
bertanya apa pentingnya dan manfaat yang diperoleh siswa dari kuesioner
tersebut.
Musliar menegaskan, kuesioner vulgar jangan sampai
beredar luas di sekolah-sekolah di Sabang atau kota lainnya. Jika beredar luas,
yang harus bertanggung jawab bukan hanya kepala sekolah dan guru tetapi juga
kepala dinas pendidikan setempat.
Resmi melarang
Disdik Aceh secara resmi melarang survei alat kelamin
siswa di seluruh sekolah di Tanah Rencong. “Kasus Sabang tidak boleh terulang
lagi,” kata Kadisdik Aceh, Anas M Adam, Jumat kemarin.
Anas yang ditemui di sela-sela rapat evaluasi PKA-6 yang
dipimpin Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, survei kesehatan terhadap siswa
sebenarnya boleh saja dilakukan, tapi tidak pada hal-hal yang tabu, apalagi
yang hukumnya jelas haram.
“Anehnya kasus seperti ini sudah dua kali terjadi di SMP
di Sabang. Tahun lalu juga ada survei serupa. Kok Sabang yang selalu jadi
sasaran,” kata Anas.
Kadisdik Aceh menegaskan, terhadap survei alat kelamin
tersebut, agar tidak meluas, pihaknya segera membuat edaran menyangkut larangan
dan etika survei terhadap siswa di sekolah-sekolah.
Masalah alat kelamin, kata Anas Adam, di Aceh bukan hanya
sekadar tabu tetapi jelas-jelas haram hukumnya. “Jadi itu tidak boleh masuk
dari bagian survei untuk siswa,” tandasnya.
Anas juga menyesalkan kuesioner menyangkut alat vital
masuk ke sekolah. “Harusnya, kalau hanya ingin mengukur dan melihat tingkat
kesehatan siswa, halaman yang berisi hal-hal yang porno tersebut dicopot dari
paket lembaran kuesioner,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Kobar GB Aceh, Husniati Bantasyam
juga menyesalkan peristiwa kuesioner porno kembali terjadi di Sabang. Padahal,
katanya, tahun 2012, seperti diakui Faisal, salah seorang orangtua siswa kepada
Kobar GB Aceh, dalam kuesioner untuk siswa SMP itu yang ditanyakan hal-hal yang
sensitif, di antaranya tentang mimpi basah.
Memalukan
Tanggapan terhadap survei kelamin siswa juga disampaikan
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Drs Tgk Gazali Mohd Syam.
Menurutnya, apa yang beredar di kalangan siswa di Sabang adalah sesuatu yang
memalukan Aceh. “Pemberitaan tentang itu menyebar luas bahkan masyarakat dunia
pun mengetahui apa yang terjadi di negeri syariat ini,” kata Gazali.
Ketua MPU Aceh tersebut mengatakan, “Islam sudah melarang
untuk menampakkan bentuk tubuh kepada orang lain, apalagi ini form yang
dibagikan untuk mengetahui ukuran-ukuran anggota tubuh yang tidak seharusnya
diketahui orang lain. Hal tersebut sangat tidak dibenarkan dalam Islam, maka
program seperti ini tidak dianjurkan untuk dilaksanakan di Aceh.”
(*/nas/sir/hs)
Sumber : http://aceh.tribunnews.com
No comments:
Post a Comment